Betapa
enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena
semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah
selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.
Meskipun
demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah.
Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang
datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan
banyak yang betah kalau main di rumah Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Momon.
Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah
hampir dua minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.
“Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul. Biasanya tiap
hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku
ingin menengoknya!” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk Iwan. Tapi lama
tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Momon.
Ia mendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke
desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka
akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Momon.
Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.
“Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam
hati,
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia
memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak
lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa
menegur
“Momon, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu
itu. Sakitkah ia?”
Iwan menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut
orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin
menjadi petani saja”.
Papa
menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.
“Kalau
Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.
“Lalu
apa rencana kamu?”
“Aku
harap Papa bisa menolong Momon!”
“Maksudmu?”
“Saya
ingin Momon bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak
mendesak.
“Baiklah
kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Momon di desa itu!” kata Papa.
Dua
hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Momon di desa. Ia
merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah
dikontrak keluarga Momon.
Kemudian
Iwan bersama Papa datang ke rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi
rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer.
Kedatangan kami disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati
Momon ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa
rindu.
Semula
Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak. Soalnya ia tidak
memberi tahu lebih dulu kalau Iwan inginberkunjung ke rumah Momon di desa.
“Sorry,
ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”
“Ah,
tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa
kembali!”
Setelah
omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua
Momon. Ternyata orang tua Momon tidak keberatan, dan menyerahkan segala
keputusan kepada Momon sendiri.
“Begini,
Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung.
Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon,
apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal
sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan
kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah
kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya bersedia. Saya
mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat
memeluk Momon. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya
mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak
terpisahkan.
Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya
tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon yang
sudah tua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar