Korupsi
merupakan Korupsi (bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Pendapat masyarakat akan
korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan uang negara untuk
kepentingan sendiri atau kelompok dengan tidak diketahui oleh pemerintah yang
bersifat mencuri( Agus Gede Wiraguna ) .
Dampak
negatif korupsi dalam bidang demokrasi adalah Korupsi menunjukan tantangan serius
terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan
proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dan
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan selain itu korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos
(niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru
dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi
juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik
ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Korupsi politis ada di banyak
negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan
pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada
kampanye pemilu mereka.
Dalam banyak hal,
penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia
materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi
kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh
melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi,
jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu
penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap
kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat
kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam
memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan
kesalahan dalam mengakses kekayaan.
Beberapa kondisi yang
mendukung seseorang untuk korupsi adalah konsentrasi kekuasan di pengambil
keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang
sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah, kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal, proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar, lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama", lemahnya
ketertiban hukum, lemahnya profesi hukum, kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa, dan gaji
pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Jika
budaya tertib masyarakat telah tercipta, bisalah diharapkan efektivitas
pemberantasan korupsi. Dengan demikian, diperlukan keikutsertaan seluruh
komponen bangsa, untuk memulai dari yang kecil-kecil, sehingga tercipta sebuah
iklim kondusif untuk mengenyahkan tindak pidana korupsi yang besar-besar, yang
seringkali tidak terjamah oleh kepastian hukum.
Sekarang sudah saatnya, masyarakat secara bersama-sama berupaya keras
dengan sekuat tenaga untuk melakukan berbagai tindakan yang mungkin dilakukan
untuk memutuskan mata rantai korupsi yang begitu kuat ini. Pelaku korupsi harus
ditindak tegas, tanpa pandang bulu. Jaringan-jaringan yang dapat menjalin
terjadinya korupsi harus segera diputus dan hal ini tidak mungkin dilakukan
hanya oleh sekelompok orang yang namanya KPK atau ICW, tetapi harus dilakukan
secara bersama-sama oleh masyarakat, mulai tingkat atas sampai tingkat bawah.
Korupsi
memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup
sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama
dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Di arena politik, sangatlah sulit
untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan
ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi
terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya
demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar